Sejarah Buah Mengkudu
Kultur tradisional telah menggunakan buah, kulit kayu, daun, dan akar buah noni. Mereka menggunakannya sebagai makanan, obat, dan pewarna. Pohon noni adalah penduduk asli Asia Tenggara, tetapi juga tumbuh di negara tetangga India dan Kepulauan Pasifik, dan sejauh Selandia Baru, Australia, dan Amerika Selatan.
Dikatakan bahwa penduduk pulau Polinesia pertama kali mengolah dan menjinakkan pohon noni lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Mereka menggunakan buah dan daun sebagai obat topikal, menerapkannya untuk menguntit, lesi, dan penyakit kulit lainnya.
Berbagai budaya yang berbeda telah menggunakan buah sebagai makanan kelaparan, pakan ternak, obat topikal dan internal, dan pewarna. Orang -orang di Cina, Jepang, dan Hawaii telah memanfaatkan secara medis untuk mengobati demam, selain masalah dengan kulit, mata, gusi, tenggorokan, lambung, pencernaan, dan respirasi. Di Malaysia dan Filipina, daun digunakan untuk meringankan mual, batuk, kolik, dan radang sendi. Di Indonesia, buah itu dikonsumsi untuk asma, lumbago, dan disentri.
Pohon noni, dan lebih khusus lagi buahnya, telah dipelajari secara ilmiah selama beberapa dekade. Pada tahun 1972, seorang ilmuwan bernama Maria Stewart melaporkan bahwa penduduk asli Hawaii memecahkan banyak masalah medis mereka dengan minum jus buah noni. Profesor Universitas Hawaii bernama R.M. Heinicke menempel pada gagasan itu dan memulai studi 20 tahun untuk sifat-sifat buah noni. Pada 1990 -an, ketika ia menyatakan keberadaan molekul yang tidak diketahui yang bertanggung jawab atas nilai kesehatan Noni, orang -orang mulai lebih memperhatikan buah tersebut. Sebuah perusahaan pemasaran multi-level bernama Morinda memulai produk pemasaran yang terbuat dari buah noni. Sejak saat itu, permintaan buah telah meningkat secara dramatis.